Thursday, June 2, 2005

A PENNY FOR YOUR THOUGHT..
MEN & HIS BELIEFS


Wajar nggak sih kalo kita punya keinginan untuk tidak disakiti? Baik disakiti secara fisik maupun mental, kayaknya nggak ada orang di dunia ini yang willing to suffer, tulus ikhlas dibodohi terus menerus oleh orang yang disayanginya. Perasaan tertekan, terintimidasi, dan nyaris baal terhadap keadaan sekitar, sering kali membuat seseorang dengan tiba-tiba punya keberanian untuk keluar dari lingkaran setan yang mengukungnya selama ini. Intinya sih nekat aja! Gimana hidup setelah bebas itu masalah nanti, yang penting keluar dulu.

Kalo sering nonton acara gosip di teve, pasti setuju kalo saya bilang sekarang ini wanita Indonesia mulai berani menyuarakan isi hatinya. Banyaknya selebritis wanita yang menggugat cerai suami kayaknya bisa dijadikan alasan dari perkataan saya di atas. Emang sih ada yang minta cerai gara-gara ketauan selingkuh, tapi yang bikin miris hati saya lebih ke para istri yang minta cerai gara-gara domestic violence dan poligami. Pernyataan yang membuat saya berpikir kalo janji sehidup mati di hadapan Tuhan itu identik dengan kekuasaan pria terhadap wanita.

Kekerasan rumah tangga yang dilakukan kaum lelaki, membuat wanita-wanita tersebut menjerit minta tolong mohon keadilan. Kekerasan rumah tangga bukan berarti cuma dipukulin nyaris mampus sama suami lho! Mungkin ada baiknya saya bertanya sama Mbak Rieke Diah Pitaloka soal pengklasifikasian domestic violence (sayangnya saya belom kenal =p). Tapi yang saya tau, semua kata makian yang dikeluarkan suami saat berantem sama istri itu termasuk kekerasan rumah tangga. Ada lagi pengekangan dengan dalih cinta yang intinya membuat istri harus tinggal di rumah, wajib jadi ibu rumah tangga, dan tidak punya pergaulan, khusus dipekerjakan sebagai asisten pribadi suami yang harus siap disemprot kapanpun suami merasa nggak puas. Penindasan, intimidasi, yang akhirnya membuat sang istri merasa nggak berharga, nggak berguna dan ujung-ujungnya nrimo, pasrah sama keadaan, yang (amit-amit!) masih tambah diperburuk dengan sikap suami yang bukannya sadar, malah makin menjadi-jadi dengan punya simpenan di luaran. Duh, untuk inikah Tuhan menciptakan wanita? Hanya untuk disakiti, disakiti, dan disakiti berulang kali? Sutra lah.

Let's talk about POLIGAMI..
I could go on and on and on about this. Sebenernya poligami itu asal mulanya dari mana? Mungkin kita harus mengurut sejarah dari mulai jaman Nabi Muhammad yang punya istri lebih dari satu. Tapi itu kan jaman baheula, jaman dimana Nabi menikahi wanita-wanita tersebut dengan tujuan mulia untuk menolong mereka yang membutuhkan bantuannya. Bukan berlandaskan nafsu birahi untuk menggagahi wanita, bukan juga untuk menunjukkan arogansi pria dengan KEPERKASAANNYA mampu menaklukan banyak wanita. Alangkah sedihnya Nabi bila tau kalo sekarang ini semua tujuan dan alasan mulianya tersebut ditrabas cucu-cucu Adam dengan pembenaran: NABI AJA ISTRINYA 4, KNAPA GUE NGGAK? KAN DIPERBOLEHKAN SAMA AGAMA, BRARTI KAN NGGAK DOSA? Pembenaran yang lalu dilanjuti dengan menunjukkan ayat di Al Quran yang membenarkan bahwa memang diperbolehkan lelaki untuk berpoligami. Woi, baca juga dong ayat selanjutnya, ASAL LOE BISA ADIL! Adil dalam hal apa? Materi? Kalo orang kaya yang berpoligami, kayaknya saya yakin sekali kebutuhan materi istri-istrinya terpenuhi. Coba tanya Setiawan Djody waktu dia punya dua istri, pasti kebutuhan materi istri-istrinya dicukupi dengan baik, malah berlimpah. Adil secara sexually? Wah, kalo urusan ini dijamin istri-istrinya digilir dengan baik. Lha wong bisa nidurin 2 cewek secara bergantian, pasti enak toh? Satu pertanyaan saya: adilkah kau ketika just for one second you make your wife(s) merasa bahwa memiliki mereka sendiri saja tidak cukup? If having me is just enough for you, knapa pula loe harus mencari wanita lain to fulfill your needs?

Ketika Ray Sahetapi digugat cerai Dewi Yull karena Ray memiliki keinginan untuk menikahi wanita lain, ada satu pernyataan Ray yang membuat saya tercenung: "Saya mencintai keduanya, saya ingin memiliki keduanya. Wajar kan? Ini manusiawi." Jadi cinta itu bisa dibagi dua ya? Cinta yang sudah dikukuhkan dalam satu ikatan yang merupakan janji di hadapan Tuhan (inget ya, di hadapan Tuhan, bukan penghulu) untuk sehidup semati saling mencintai dan mengayomi, luluh lantak dalam sekejap hanya dengan alasan MANUSIAWI. Lha kok enak banget ya, kamu mau dua-duanya. YOU HAVE TO CHOOSE ONE! Suami macam apa sebenernya yang kita nikahi kalo untuk mengambil sikap atas penduaannya saja dia tidak bisa dan melakukan berbagai pembenaran? Mbok ya jujur ae dengan bilang, "I fell in love with someone else, I've been cheating from you and I choose her over you, despite of what we've been through together.." Kata-kata sederhana yang menunjukkan pengakuan kesalahan dan penyesalan. Emang salah kok, kenapa nggak ngaku aja? Begitu tinggikah AROGANSI laki-laki untuk mengakui kesalahannya hingga melakukan segala pembenaran nggak mutu? Laki-laki yang (konon kabarnya) menurut kodrat harus menjadi kepala keluarga dan tempat bergantungnya seluruh anggota keluarga? The man we all look up to, idolize, and admire ternyata nggak kuat melawan godaan dashyat atas nama cinta..

Balik lagi ke pembicaraan soal wanita yang mulai berani menyuarakan isi hatinya. Yang saya liat dari kenyataan, wanita jaman sekarang nggak bergantung dengan suami. Mereka punya karir, kehidupan, pendirian bla bla bla yang semuanya diraih dengan usaha, pemikiran, dan keringat sendiri. They may be a knight, strong warrior in this tough wild world. Gaji berpuluh juta, karir terpampang luas, their future lay wide open in front of them. But when it comes to relationship, wanita tetaplah wanita. Segahar-gaharnya wanita tersebut, pasti masih tersisa sisi kewanitaan yang membutuhkan afeksi, perhatian, dan kasih sayang. Kebutuhan yang MANUSIAWI inilah yang membuat mereka jatuh cinta, willing to sacrifice everything just to be with the man they loved. Menelan semua harga diri untuk sembah sujud mengikuti keinginan suami, berdiam diri dengan harapan suami berubah di kemudian hari, pura-pura tolol saat dibohongi lagi lagi dan lagi, berlapang dada dimaki-maki suami dengan menyebutkan seluruh penghuni kebun binatang, keukeuh jumeukeuh -tetep mempertahankan mahligai rumah tangga demi status, sampe menerima dengan pasrah tamparan hina dengan pembenaran saya-yang-bikin-dia-nabokin-saya. Semua pernyataan sikap yang makin hari makin membuat sang wanita feel useless, kotor, dan ga bakal laku selama-lamanya kecuali dengan suaminya. Sampai pada suatu hari, ibarat meteor yang tiba-tiba jatuh dari langit, it hits them all. LHOOO.. KOK GUE BEGOK BANGET SEH?

Kalimat sederhana di atas yang membuat mereka akhirnya sadar, terbangun dari tidur panjang yang menghantui mereka. Mereka berani mengambil sikap enough is enough dan menggugat cerai suami. Keputusan yang sebenernya timbul dari perasaan CAPEK berdebat dengan kata hati sendiri. Cerai, talak 3 sekaligus kalo perlu, nggak usah ada rujuk-rujukan segala. Nekat minta cerai dengan konsekuensi kehilangan seluruh harta benda hasil keringat sendiri yang diklaim suami sebagai harta gono gini, kehilangan hak asuh anak yang kala mengandung bukan suami yang bawa-bawa selama 9 bulan di kandungan, bahkan cap sebagai janda (yang di sebagian masyarakat masih dianggap predikat buruk untuk wanita) terstempel di jidat. Pokoknya cerai dulu, lepas dari monster yang membuat kita hidup bagaikan zombie. BEBAS! LEPAS! MERDEKA!

So, what I'm saying is.. It's you who can change and control your world, not someone else. Jadikan dirimu sendiri pemegang kendali hidupmu (dengan tuntunan dari Tuhan, tentu) dan jangan pernah menjajakan harga diri atas nama cinta. Cinta itu seharusnya indah dan sederhana, semurni cinta Tuhan pada setiap umatnya. Tidak menuntut, tidak membutuhkan pengorbanan. Hanya perlu kejujuran.. Jujur pada diri sendiri, Tuhan, dan orang lain.

Seperti kata Alm. Benyamin S ketika bermain di sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan': "Hidup itu harus jujur, jujur.. Supaya hidup loe nggak ancur!"

No comments: